Penjualan barang dan jasa tidak terbatas pada local, regional atau pasar nasional saja, bahkan bisa mencapai pada internasional. Negara-negara meng-impor barang yang mereka tidak memenuhi atau tidak mampu memproduksi se-efisien Negara lain, dan mereka meng-ekspor barang yang mampu diproduksi karena lebih efisiens. Pertukaran barang dan jasa di dunia atau pasar global ini dinamakan Perdagangan Internasional.
Sedangkan, Pemasaran Internasional merupakan kegiatan pemasar untuk menjalankan bisnis (profit dan nonprofit) guna memenuhi kebutuhan pasar global dengan barang dan jasa (standar) diberbagai negara kemudian menetapkan harga, mendistribusikan, serta mempromosikannya melalui proses pertukaran agar memuaskan konsumen global dan mencapai tujuan perusahaan, yang kegiatan operasinya melewati batas-batas lebih dari satu Negara.
2. Jelaskan, alasan apa saja setiap negara melakukan bisnis internasional?
Suatu negara melakukan perdagangan internasional karena dua alasan utama yang maisng-masing menyumbangkan keuntungan perdagangan bagi mereka. Alasan pertama, negara-negara berdagang karena setiap negara berbeda satu sama lain. Bangsa-bangsa, sebagaimana individu dapat memperoleh keuntungan dari perbedaan-perbedan mereka melalui suatu pengaturan dimana setiap pihak melakukan sesuatu dengan relatif baik. Alasan kedua, negara-negara berdagang satu sama lain dengan tujuan mencapai skala ekonomis dalam produksi, maksudnya jika setiap negara menghasilkan sejumlah barang tertentu maka mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien dibandingkan jika negara tersebut mencoba untuk memproduksi segala jenis barang. Motif inilah dalam dunia nyata merupakan cerminan interaksi perdagangan internasional.
Pemikiran tentang perdagangan internasional awal mula berasal dari aliran yang disebut merkantilisme, yang menyatakan bahwa penekanan perdagangan internasional terletak pada kesempatan memperoleh surplus penerimaan dalam neraca transaksi berjalan. Oleh sebab itu kegiatan ekspor merupakan lokomotif utama melalui peningkatan industri dalam negeri, untuk memenuhi kebutuhan impor. Impor tersebut merupakan saingan yang dapat menurunkan permintaan terhadap produk industri lokal yang dihasilkan di dalam negeri. Oleh karena itu merkantilisme melemparkan pemikiran bahwa kegiatan produksi dalam negeri dan ekspor harus ditingkatkan melalui ransangan subsidi dan fasilitas pemerintah. Sedangkan impor harus dibatasi melalui hambatan yang brsifat proteksi khususnya industri strategis.
Aliran klasik berpendapat bahwa, jika suatu negara dapat memproduksi suatu barang atau jasa lebih murah, maka negara tersebut akan memproduksi barang atau jasa tersebut. Akan tetapi bila biaya prodksinya relatif lebih mahal dibandingkan ongkos produksi negara lainnya, maka barang atau jasa tersebut lebih baik dibeli atau diimpor, barang dan jasa dengan ongkos produksi yang lebih rendah tadi dapat dikonsumsi sendiri dan juga diekspor. Dengan demikian, terjadilah perdagangan antar negara. Aliran klasik lebih berorientasi pada keunggulan mutlak dan keunggulan komparatif. Teori keunggulan mutlak dari Adam Smith, dalam teori ini menyatakan bahwa hubungan perdagangan dari dua negara pada umumnya terjadi karena terdapat perbedaan biaya mutlak yang kemudian akan memberikan keuntungan mutlak kepada negara yang bersangkutan. Akan tetapi teori biaya mutlak dari Adam Smith tidak mungkin digunakan untuk menjelaskan bagaimana perdagangan dapat terjadi jika suatu negara tidak memiliki keunggulan mutlak dalam produksi beberapa macam barang. Hal ini menimbulkan munculnya kritik dari David Ricardo melalui teori keunggulan komparatif (Todaro, 2000; 575) tentang perdagangan internasional, mengutarakan manfaat potensial dari perdagangan. Teori ini menyatakan bahwa negara-negara akan mengekspor barang-barang yang tenaga kerjanya memproduksi dengan relatif lebih efisien dan mengimpor barang-barang yang tenaga kerjanya memproduksi dengan relatif kurang efisien yang menunjukkan perdagangan mengarah pada spesialisasi internasional. Dengan kata lain, pola produksi suatu negara ditentukan oleh keunggulan komparatif.
Sedangkan Jhon Stuart Mill memperhitungkan permintaan. Teorinya menjelaskan adanya permintaan terhadap suatu barang dan jasa, tanpa melihat ongkos, tetapi secara implisit masih diperhitungkan. Walaupun ongkos murah kalau tidak ada permintaan tentunya tidak ada pula perdagangan. Selanjutnya pemikiran dari ekonom swedia, Heckscher dan Ohlin yaitu tentang kelangkaan faktor produksi, yang menjelaskan bahwa bila suatu negara mempunyai faktor-faktor produksi yang berlimpah, maka negara tersebut akan mengekspor barang-barang dengan faktor yang berlimpah tersebut. Sebaliknya bila suatu negara mengalami kelangkaan faktor maka barang-barang yang dihasilkan faktor tersebut perlu diimpor.
Teori lain yang baru berkembang adalah teori keunggulan kompetitif (competitive Advantage) yang di kemukakan oleh E. Porter (1990) yang menurutnya tidak ada korelasi langsung antara dua faktor produksi (sumber daya alam yang tinggi dan sumber daya manusia yang murah) yang dimiliki suatu negara untuk dimanfaatkan untuk menjadi keunggulan daya saing dalam perdagangan. Porter mengungkapkan bahwa ada empat atribut utama yang menentukan mengapa industri tertentu dalam suatu negara dapat mencapai sukses internasional. Keempat atribut itu meliputi; kondisi faktor produksi, kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri, eksistensi industri pendukung, serta kondisi persaingan strategi dan struktur perusahaan dalam negeri. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dua atribut saja biasanya tidak akan bertahan sebab keempat atribut tersebut saling berinteraksi positif dalam negara yang sukses. Hal lain pula harus didukung oleh peran pemerintah yang merupakan variabel tambahan yang signifikan.
3. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi bisnis internasional?
Ada
11 faktor yang mempengaruhi Bisnis Internasional, yaitu :
1.
Kompetitif : jenis dan jumlah pesaing , lokasi dan kegiatan
mereka
2. Distributif : agen nasional dan internasional yang tersedia untuk mendistribusikan barang dan jasa.
3. Variabel ekonomi : GNP, biaya buruh perunit, dan pengeluaran konsumsi pribadi yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melakukan bisnis.
4. Sosioekonomi : karakteristik dan distribusi populasi manusia.
5. Keuangan : variable spt sukubunga, tingkat inflasi, perpajakan,
6. Legal : jenis hukum asing dan domestik yang beragam dan harus dipatuhi oleh perusahaan internasional.
7. Fisik : unsur alam spt topografi, Iklim dan sumber alam
8. Politik : elemen politik bangsa spt nasionalisme, bentuk pemerintahan, dan organisasi Internasional
9. Sosiokultural : sikap, kepercayaan, pendidikan, dll
10. Buruh/Tenaga Kerja : komposisi, keahlian
11. Teknologi : keahlian dan peralatan teknis yang mempengaruhi bagaimana sumber sumber diubah menjadi produk.
2. Distributif : agen nasional dan internasional yang tersedia untuk mendistribusikan barang dan jasa.
3. Variabel ekonomi : GNP, biaya buruh perunit, dan pengeluaran konsumsi pribadi yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melakukan bisnis.
4. Sosioekonomi : karakteristik dan distribusi populasi manusia.
5. Keuangan : variable spt sukubunga, tingkat inflasi, perpajakan,
6. Legal : jenis hukum asing dan domestik yang beragam dan harus dipatuhi oleh perusahaan internasional.
7. Fisik : unsur alam spt topografi, Iklim dan sumber alam
8. Politik : elemen politik bangsa spt nasionalisme, bentuk pemerintahan, dan organisasi Internasional
9. Sosiokultural : sikap, kepercayaan, pendidikan, dll
10. Buruh/Tenaga Kerja : komposisi, keahlian
11. Teknologi : keahlian dan peralatan teknis yang mempengaruhi bagaimana sumber sumber diubah menjadi produk.
Ada
juga tiga faktor dari hubungan ekonominya:
Pertama, “hubungan
ekonomi” bisa berupa pertukaran hasil atau output negara satu
dengan negara lain. Sebagai contoh, In donesia mengekspor minyak,
kayu, karet, hasil kerajinan, menjual jasa angkutan penerbangan
Garuda dan jasa turisme kepada orang asing, dan mengimpor beras,
gandum, bijih besi, bahan plastik, benang tenun, jasa angkutan laut
dan angkutan udara dan jasa turisme (misalnya, package tour bagi
orang Indonesia ke Singapura, Hongkong dan sebagainya). Hubungan
semacam dikenal sebagai hubungan perdagangan. Perhatikan bahwa yang
dimaksud dengan “output” termasuk di dalamnya output “barang”
dan output “jasa”.
Kedua, hubungan
ekonomi bisa berbentuk pertukaran atau aliran sarana produksi (atau
faktor produksi). Termasuk dalam kelompok sarana produksi adalah
tenaga kerja, modal, teknoogi dan kewiraswastaan. Sarana produksi
bisa “mengalir” dari satu negara ke negara lain karena berbagai
sebab, misalnya karena imbalan yang lebih tinggi, karena lewat
program bantuan luar negeri, dan karena adanya faktor “ketakutan”
(misalnya* ancaman perang, takut dinasionalisasi, takut adanya
devaluasi atau karena menghindari inflasi yang terlalu tinggi di
suatu negara). Sarana produksi “tanah” merupakan satu-satunya
sarana produksi yang tidak bisa mengalir ke negara lain, karena
sifatnya yang terikat pada lokasinya. Tetapi bahkan” “tanah”
pun tidak mutlak terikat pada lokasinya, bila kita ingat bahwa
definisi dari sarana produksi “tanah” mencakup kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya.
Kita
mengekspor bijih nikel, bijih tembaga dan barang-barang tambang
lainnya. Di sini kita bisa mempertanyakan apakah barang ekspor ini
lebih bersifat “faktor produksi” ataukah “output”. Tetapi ini
memang sesuatu yang masih bisa diperdebatkan: dari satu segi bijih
nikel atau bijih tembaga bisa dipandang sebagai output, tetapi dari
segi lain bisa dianggap sebagai faktor produksi. Sebaliknya, tenaga
kerja atau “manusia” yang pada hakekatnya lebih bersifat mobil
dan tak terikat lokasi, seringkali justru menjadi suatu faktor
produksi yang tidak bisa (atau tidak selalu bisa) mengalir dari satu
negara ke negara lain.
Peraturan-peraturan
pembatasan imigrasi antar negara seringkali begitu ketatnya sehingga
tidak memungkinkan bagi manusia untuk secara bebas pindah ke negara
lain. Namun masih ada contoh-contoh yang menggambarkan aliran faktor
produksi ini, misalnya pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Saudi
Arabia, Malaysia untuk bekerja di proyek-proyek pembangunan atau di
tempat-tempat lain di sana.
Saat
ini, yang paling mobil atau mudah berpindah melampaui perbatasan
negara adalah faktor produksi modal (beserta teknologi dan
kewiraswastaan yang mengikutinya). Modal, berupa penanaman modal
asing atau bantuan/pinjaman luar negeri, mengalir dalam jumlah yang
besar dari satu negara ke negara lain, baik antara negara maju
sendiri atau antara negara maju dengan negara sedang berkembang.
Yang
tidak kalah pentingnya adalah aliran dana antar negara yang tidak
bermotif atau bertujuan untuk investasi dalam bentuk pendirian
pabrik-pabrik, tetapi yang bertujuan spekulatif dan bersifat jangka
pendek. Jadi, misalnya pada awal tahun 1970-an dana dalam jumlah yang
cukup besar telah mengalir dari Singapura dan tempat-tempat lain di
luar negeri ke Indonesia untuk kemudian disimpan pada bank-bank dalam
ben tuk deposito berjangka yang pada waktu itu memberikan bunga yang
sangat tinggi. Karena sifatnya yang spekulatif dan jangka pendek,
kita bisa memperdebatkan apakah aliran dana semacam ini adalah aliran
faktor produksi atau bukan.
Tetapi
meskipun kasus-kasus yang kabur seperti ini memang ada, secara garis
besar masih penting dan berguna bags kita untuk membedakan antara
aliran faktor produksi dan aliran-aliran lain, misalnya aliran
output, karena masing-masing aliran mempunyai konsekuensi yang
berbeda bagi suatu negara.
Ketiga, seperti
halnya dengan hubungan ekonomi antara perorangan, hubungan ekonomi
antara negara bisa dilihat dari segi konsekuensinya terhadap posisi
hutang-piutangnya, atau singkat-nya dari segi hubungan kreditnya.
Seperti halnya dengan hubungan antar perorangan, suatu negara bisa
mempunyai hutang atau piutang dengan negara lain. Biasanya hubungan
hutang-piutang ini timbul sebagai konsekuensi dari adanya dua bentuk
hubungan ekonomi yang lain, yaitu “hubungan perdagangan” dan
“hubungan faktor produksi” yang diuraikan di atas. Sebagai misal,
Indonesia mengimpor kapal dari Jepang dengan kredit dari penjualnya.
Di sini hubungan perdagangan (impor kapal) adalah penyebab timbulnya
hutang Indonesia kepada pengusaha kapal di Jepang. Contoh lain adalah
pembelian gandum dari Amerika Serikat atas dasar penjan-jian bantuan
pangan (sering disebut dengan nama bantuan PL-480). Juga di sini,
hubungan perdagangan (impor gandum) menimbulkan hutang Indonesia
kepada pemerintah Amerika Serikat
sumber :
http://agusnuramin.wordpress.com/2010/12/23/international-business-task-8/#more-460
0 komentar:
Post a Comment