PEREKONOMIAN INDONESIA #
1EB02
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya
yang membahas tentang “PENANAMAN MODAL ASING ”.
Makalah ini berisikan informasi
tentang penanaman modal asing atau yang lebih khususnya membahas mengenai perananan
penanaman modal asing, faktor-faktor dan masalah yang ada.
Diharapkan paper ini dapat memberikan informasi kepada para pembaca tentang penanaman modal asing. Penulis menyadari bahwa paper ini masih terdapat kekurangan , oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan paper ini.
Akhir kata, kami sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
paper ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
meridhai segala usaha kita. Aamiin.
Depok, 9 Mei
2013
PENYUSUN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Penanaman modal merupakan segala
kegiatan menanamkan modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam
modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam melimpah
dari pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, maupun pertambangan. Tidak
serta merta sumber daya alam melimpah, dapat diambil dengan sendirinya ataupun
diolah. Perlu dibangun infrstruktur sarana prasarana dalam mengolahnya oleh
negara indonesia melalui pemerintah.
Untuk itu,
timbulnnya keinginan untuk menarik investor, yang dimulai sejak jaman
orde baru hingga sekarang. Tetapi Pada pertengahan tahun 1997 Indonesia
mengalami krisis moneter. Krisis moneter ini diawali dengan terdefresiasinya
nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Defresiasi nilai tukar
rupiah makin tajam sehingga krisis moneter yang terjadi tersebut berlanjut
menjadi krisis ekonomi yang dampaknya terasa hingga saat ini.sehingga investor
asing enggan menaruh investasinnya lagi dan Pertumbuhan ekonomi berjalan sangat
lambat.
Salah satu cara
untuk membangkitkan atau menggerakkan kembali perekonomian nasional seperti
sediakala sebelum terjadinya krisis ekonomi adalah kebijakan mengundang
masuknya investasi di Indonesia. Investasi, khususnya investasi asing sampai
hari ini merupakan faktor penting untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Harapan masuknya investasi asing dalam kenyataannya masih sulit untuk
diwujudkan. Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan
pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain : Pertama faktor
Sumber Daya Alam, Kedua faktor Sumber Daya Manusia, Ketiga faktor stabilitas
politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha, Keempat
faktor kebijakan pemerintah, Kelima faktor kemudahan dalam perizinan.
Di era reformasi,
sejak pemerintahan BJ Habibie, kemudian Abdurrahman Wahid, Megawati, dan kini
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Pemerintah justru berupaya menarik sebanyak
mungkin investasi asing melalui rentetan kunjungan kenegaraan ke luar negeri, privatisasi
BUMN, penegakkan supremasi hukum, serta revisi terhadap berbagai undang-undang
yang menyangkut bisnis dan investasi perpajakkan, ketenagakerjaan dan
seterusnya. Semua upaya ini tentu bertujuan menciptakan iklim dunia usaha dalam
negeri yang lebih kondusif demi meningkatkan capital inflow yang pada
gilirannya diharapkan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Memasuki tahun 2007,
semua indikator makro ekonomi menunjukkan semakin membaiknya iklim dunia usaha,
institusi perbankan yang kian berpeluang untuk meningkatkan penyaluran kredit,
kian meningkatnya investor confidence, dan country risk yang juga membaik,
kinerja pemerintahan yang secara umum mulai dapat dipercaya, walaupun masih ada
berbagai ketidakberesan yang perlu segera dibenahi di sektor birokrasi dan
penegakkan hukum.
Tetapi dengan
masuknya perusahaan asing ini dalam kegiatan investasi di Indonesia dimaksudkan
sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri yang belum
dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta nasional, baik karena alasan
teknologi, manajemen, maupun alasan permodalan. Modal asing juga diharapkan
secara langsung maupun tidak langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan
iklim atau kehidupan dunia usaha dalam berbagai bidang usaha, serta dapat
dimanfaatkan sebagai upaya menembus jaringan pemasaran internasional melalui
jaringan yang mereka miliki. Selanjutnya modal asing diharapkan secara langsung
dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi Indonesia.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dalam
paper ini, penyusun akan memberikan gambaran mengenai pembahasan-pembahasan
tentang penanaman modal asing, antara lain :
1.
Apa peranan penanaman modal asing bagi negara
berkembang?
2.
Faktor-faktor apakah yang menyebabkan sebagian besar
investor asing enggan masuk ke indonesia
atau juga enggan untuk merealisasi rencana investasi mereka yang telah
disetujui pemerintah?
3.
Bagaimana eksistensi penanaman modal asing diera
otonomi daerah?
4.
Bagaimanakah
penyeleseaian sengketa dalam penanaman modal asing?
C.
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penyusunan paper ini yaitu sebagai
berikut :
1. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan mengenai
masalah yang diangkat dalam paper.
2. Untuk memenuhi tugas softskill Perekonomian
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
PENANAMAN MODAL ASING
Dalam literatur
ekonomi makro, investasi asing dapat dilakukan dalam bentuk, yaitu investasi
portofolio dan investasi langsung atau foreign direct investment (FDI).
Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat
berharga seperti saham dan obligasi. Sedangkan investasi langsung yang dikenal
dengan Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan
membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
Secara yuridis
mengenai Penanaman Modal di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun
2007 tentang Penanaman Modal. Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 25 tahun
2007 tentang penanaman modal menyatakan bahwa:
“Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam
modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan
dengan penanam modal dalam negeri .”
Di dalam
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ini, jika diadakan
perbandingan dari investasi portofolio dengan Penanaman Modal Asing (PMA) lebih
banyak mempunyai kelebihan, diantaranya sifatnya permanen (jangka panjang),
banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen,
membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara
sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan
lapangan kerja. Sedangkan, dalam investasi portofolio, dana yang masuk ke
perusahaan yang menerbitkan surat berharga (emiten), belum tentu akan sanggup
untuk membuka lapangan kerja baru di dalam Negara tujuan investasi.
Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk
memperluas usahanya atau membuka usaha baru yang hal ini berarti membuka
lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk
memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk membayar utang bank. Selain
itu proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan manajemen.
B. PERANAN
PENANAMAN MODAL ASING BAGI NEGARA SEDANG BERKEMBANG
Secara garis besar, penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi
negara sedang berkembang seperti negara Indonesia dapat diperinci menjadi
lima hal yaitu :
1.
Sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan
oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan
pertumbuhan ekonomi.
2.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti
dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan.
3.
Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi
dana maupun transformasi struktural.
4.
Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera
setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa
selanjutnya lebih produktif.
5.
Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu
memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal
asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat
mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya.
Selama ini investor
domestik di negara sedang berkembang yang enggan melakukan usaha yang beresiko
tinggi seperti eksploitasi sumber-sumber daya alam yang belum dimanfaatkan dan
membuka lahan-lahan baru, maka hadirnya investor asing akan sangat mendukung
merintis usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya pengadaan prasarana negara,
pendirian industri-industri baru, pemanfaatan sumber-sumber baru, pembukaan
daerah-daerah baru, akan membuka kecenderungan baru yaitu meningkatkan lapangan
kerja. Sehingga tekanan pendudukan pada tanah pertanian berkurang dan
pengangguran dapat diatasi. Inilah keuntungan sosial yang diperoleh adanya
kehadiran investor asing. Adanya transfer teknologi mengakibatkan tenaga kerja
setempat menjadi terampil, sehingga meningkatkan marginal produktifitasnya,
akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini menunjukkan bahwa
modal asing cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja tenaga kerja
Negara tujuan penanaman modal dan pendapatan nasional.
Dengan demikian, kehadiran PMA bagi negara sedang
berkembang sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing
membantu dalam industrialisasi, pembangunan modal dan menciptakan kesempatan
kerja, serta keterampilan teknik. Melalui modal asing terbuka daerah-daerah dan
tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada tahap perintisan juga
tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha setempat untuk
bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem neraca pembayaran dan
tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha negara dan swasta
domestic dari negara tuan rumah atau yang sering disebut host country.
Penanaman modal asing di Indonesia
tidak terlepas dari cita-cita hukum ekonomi Indonesia yaitu menggagas dan
menyiapkan konsep hukum tentang kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi yang
diharapkan adalah kehidupan ekonomi berbangsa dan bernegara yang rakyatnya
memiliki kesejahteraan dalam keadilan sosial, sebagaimana yang dicita-citakan
Pancasila dan Indonesia sebagai negara berdaulat sekaligus sebagai negara
berkembang mempunyai pola tertentu terhadap konsep hukum dalam kegiatan
ekonomi, meliputi konsep pencapaian masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila, Konsep ekonomi kekeluargaan yang Pancasilais, konsep ekonomi kerakyatan
untuk membela kepentingan rakyat.
Oleh karena itu,
peranan PMA di Indonesia cukup mendukung juga perkembangan kehidupan ekonomi
sesuai dengan konsep hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi
Indonesia. Dan untuk mendukung investasi di Indonesia maka perlu pembentukan
hukum ekonomi dengan perangkat peraturan membutuhkan kajian yang bersifat
komprehensif dan pendekatan secara makro dengan informasi yang akurat demi
multidisipliner dari berbagai aspek antara lain :
a. Ekonomi dan sosial.
b. Sosiologis dan budaya.
c. Kebutuhan-kebutuhan dasae dan pembangunan.
d. Praktis dan operasional dan kebutuhan kedepan.
e. Moral dan etika bisnis yang berlaku dalam konsep
kelayakan dan kepatutan dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan yang beradab.
C.
KENDALA
INVESTASI ASING DI NEGARA INDONESIA
Secara teoritis ada beberapa teori
yang mencoba menjelaskan mengapa investor-investor dari negara-negara maju ke
negara-negara berkembang yakni, The Product Cycle Theory dan The Industrial
Organization Theory of Vertical Organization. The Product Cyrcle Theory
yang dikembangkan oleh Raymond Vermon ini menyatakan bahwa setiap teknologi
atau produk berevolusi melalui tiga fase : Pertama fase permulaan atau inovasi,
kedua fase perkembangan proses dan ketiga fase standardisasi. Dalam setiap fase
tersebut sebagai tipe perekonomian negara memiliki keuntungan komparatif (Comparative
advantage). The Industrial Organization Theory of Vertical Integration
merupakan teori yang paling tepat untuk diterapkan pada new multinasionalism
dan pada investasi yang terintegrasi secara vertikal. Pendekatan teori ini
berawal dari penambahan biaya-biaya untuk melakukan bisnis diluar negeri
(dengan investasi) harus mencakup biaya-biaya lain yang harus dipikul lebih
banyak daripada biaya yang diperuntukkan hanya untuk sekedar mengekspor dari
pabrik-pabrik dalam negeri. Oleh karena itu perusahaan itu harus memiliki
beberapa kompensasi atau keunggulan spesifik bagi perusahaan seperti keahlian
teknis manajerial keadaan ekonomi yang memungkinkan adanya monopoli. Menurut
teori ini, investasi dilakukan dengan cara integrasi secara vertikal yakni
dengan penempatan beberapa tahapan produksi di beberapa lokasi yang
berbeda-beda di seluruh dunia. Motivasi utamanya adalah untuk mendapatkan
keuntungan berupa biaya produksi yang rendah, manfaat pajak lokal dan
lain-lain. Di samping itu motivasi yang lain adalah untuk membuat rintangan
perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain, artinya dengan investasinya di
luar negeri ini berarti perusahaan-perusahaan multinasional tersebut telah
merintangi persaingan-persaingan dari negara lain sehingga monopoli dapat
dipertahankan. Motif utama modal internasional baik yang bersifat investasi
modal asing langsung (foreign direct investment) maupun investasi
portofolio adalah untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara
sendiri melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem
perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik. Untuk
menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara dipengaruhi oleh beberapa
faktor : Iklim investasi yang kondusif dan Prospek pengembangan di negara
penerima modal.
Dilihat dari kedua faktor di atas,
maka tampaknya arus modal asing justru lebih banyak mengalir ke negara-negara
maju daripada ke negara-negara berkembang. Aliran modal ke negara-negara
berkembang masih dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
a.Tingkat perkembangan ekonomi Negara penerima modal.
a.Tingkat perkembangan ekonomi Negara penerima modal.
b.Stabilitas
politik yang memadai.
c.Tersedianya
sarana dan prasarana yang diperlukan investor.
d. Aliran
modal cenderung mengalir ke Negara-negara dengan tingkat pendapatan per kapita
yang tinggi.
Adanya keengganan masuknya investasi
asing dan adanya indikasi relokasi investasi ke negara lain disebabkan karena
tidak kondusifnya iklim investasi di Indonesia dewasa ini.Apabila ditinjau dari
Undang-Undang Penanaman Modal, sudah dapat dikatakan bahwa Undang-undang
tersebut mencakup semua aspek penting, seperti pelayanan, koordinasi,
fasilitas, hak dan kewajiban investor, ketenagakerjaan, dan sector-sektor yang
dapat dimasuki investor. Hal tersebut diupayakan secara maksimal agar terjad
peningkatan investasi di Indonesia dari sisi pemerintah dan kepastian
berinvestasi dari sisi pengusaha/investor. Beberapa poin penting dalam
Undang-Undang Penanaman Modal, diantaranya adalah pada bab I pasal 1 Nomer 10
terkait pelayanan terpadu satu pintu. Yang artinya bahwa system pelayanan
tersebut diharapkan dapat mengakomodasi keinginan investor/pengusaha untuk
memperoleh pelayanan yang lebih efisien, mudah, dan cepat. Sehingga bagi manca
Negara yang ingin berinvestasi disebuah wilayah Indonesia, tidak perlu lagi
menunggu dengan waktu yang lama untuk memperoleh izin berinvestasi di Indonesia,
bahkan tidak perlu lagi mengeluarkan biaya pajak maupun pungutan lain akibat
panjangnya jalur birokrasi.
Kepastian hukum, kepastian berusaha,
dan keamanan berusaha bagi penanam modal yang terdapat dalam pasal 4 Nomer 2b,
belum sepenuhnya terlaksana. Hasil studi LPEM-FEUI (2001) menunjukkan bahwa
masalah yang dihadapi pengusaha dalam melakukan investasi di Indonesia selain
persoalan birokrasi, ketidakpastian biaya investasi yang harus dikeluarkan
serta perubahan peraturan pemerintah daerah yang tidak jelas atau muncul
tiba-tiba, juga kondisi keamanan, social dan politik Indonesia. Bahkan, World
Economic Forum (2007), menunjukkan dari 131 negara, Indonesia berada dalam
urutan ke-93 mengenai perlindungan bisnis.
Kendala perijinan penanaman modal di
Indonesia, juga menjadi penghambat. Karena izin investasi tidak dapat dilihat
sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi harus menjadi satu paket
dengan izin-izin lain yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
kegiatan usaha dan menentukan untung-ruginya suatu usaha. Misalnya di sector
perhotelan, jumlah izin yang diperlukan mencapai 37 buah, karena setiap bagian
dari hotel harus memiliki izin khusus dari departemen yang terkait. Kondisi
perizinan penanaman modal yang rumit ini, seringkali membuat para penanam modal
membatalkan niatnya untuk berinvestasi di Indonesia. Meskipun pelayanan terpadu
satu pintu sudah diterapkan.
Hasil survey World Economic Forum
(WEF) tahun 2007 menunjukkan, bahwa 8.5% dari jumlah pengusaha di Indonesia
yang menjadi responden mengatakan bahwa permasalahan utama mereka adalah
peraturan ketenagakerjaan yang restriktif, 10.7% mengeluhkan ketidakstabilan
kebijakan, dan 16.1% mempermasalahkan birokrasi yang tidak efisien.
Khusus masalah birokrasi, yang
tercerminkan oleh antara lain prosedur administrasi dalam mengurus investasi
seperti perizinan, peraturan atau persyaratan lainnya yang berbelit-belit dan
langkah prosedurnya yang tidak jelas. Hal ini merupakan masalah klasik yang
membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia. Sehingga permalahan ini
menjadi kendala tertinggi penanaman modal asing di Indonesia. Masalah ini bukan
hanya membuat banyak waktu yang terbuang, tetapi besarnya biaya yang harus
ditanggung oleh pengusaha atau calon investor. Diantara Negara-negara ASEAN,
hasil survey WEF menunjukkan Indonesia berada pada posisi ke-3 setelah
Singapura dengan birokrasi yang paling efisien atau biaya birokrasi paling
murah (tidak hanya di ASEAN tetapi juga dunia menurut versi WEF) dan Malaysia.
D.
PENANAMAN
MODAL ASING DI ERA OTONOMI DAERAH
Sejak pelaksanaan otonomi daerah,
pemerintah pusat mengeluarkan keppres khusus mengenai penanaman modal karena
banyaknya kendala yang dihadapi oleh para investor yang ingin membuka usaha di
daerah, khususnya yang berkaitan dengan proses pemgurusan izin usaha. Terkait
masalah birokrasi yang berbelit-belit, kemudian diperparah dengan banyaknya
peraturan pemerintah atau keputusan presiden tidak dapat berjalan efektif
karena adanya tarik-menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah yang semuanya merasa paling berkepentingan atas penanaman modal di
daerah. Dalam kebijakan otonomi daerah, pemerintah daerah baik ditingkat
provinsi, kabupaten, kota diberikan kewenangan dalam bidang penanaman modal. Hal
itulah yang mendasari munculnya keppres tersebut.
Sebelum pelaksanaan otonomi daerah,
pengurusan izin usaha dilakukan oleh BKPM untuk pemerintah pusat dan BKPMD
untuk pemerintah daerah. Namun setelah otonomi daerah, terjadi ketidakjelasan
mengenai pengurusan izin usaha/investasi, juga terjadi tarik-menarik antara
kegiatan BKPM dengan BKPMD serta instansi-instansi pemerintah daerah lainnya
yang menangani kegiatan investasi. Sejak penerapan otonomi daerah hingga kini
banyak pemberitaan di media massa yang menunjukkan bahwa disejumlah daerah
kewenangan penanaman modal digabung dengan dinas perindustrian dan perdagangan,
atau bagian perekonomian. Ada beberapa daerah yang membentuk suatu dinas khusus
untuk mengurus penanaman modal. Banyak kabupaten/kota bahkan yang sangat serius
dalam menciptakan iklim berinvestasi yang kondusif dengan membentuk kantor
pelayanan satu atap. Di Jepara dan Yogyakarta misalnya, menurut majalah
Swasembada (2004), dengan system satu atap ini surat perizinan usaha dapat
diperoleh dalam waktu rata-rata 5 hari hingga 1 minggu. Tetapi sayangnya masih
lebih banyak daerah yang belum mapu merumuskan kebijakan atau regulasi sendiri,
sehingga masih terikat dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanaman
modal.
Hasil survey LPEM-FEUI tahun 2001
menunjukkan bahwa menurut responden Pemda, lama waktu pengurusan izin usaha
baru apabila semua persyaratan dipenuhi dapat dikeluarkan paling lama dalam 3
bulan. Sementara itu, dari sisi pelaku usaha, waktu yang diperlukan untuk
mengurus izin usaha baru adalah antar 1-3 bulan (44%), dan antara 3-6 bulan
(21.5%).
Dari realita tersebut, ada baiknya
pemerintah pusat membantu sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam
menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah. Alaupun ada seumlah
daerah seperti Jepara dan Yogyakarta telah berhasil membuat pelayanan satu
atap, namun masih banyak lagi daerah yang bahkan sama sekali tidak tahu
bagaimana memulai pembangunan satu atap. Juga di daerah-daerah yang sama sekali
tidak ada kesamaan visi dari lembaga-lembaga pemerintah, ditambah lagi tidak
ada keseriusan dari Bupati, sangat sulit diharapkan daerah-daerah tersebut
dapat membangun pelayanan satu atap.
E.
PENYELESAIAN
SENGKETA PENANAMAN MODAL
Undang-undang penanaman modal juga
mengatur mengenai penyelesaian sengketa penanaman modal. Aturan tersebut
terdapat dalam bab XV pasal 32. Pasal tersebut berbunyi:
1)
Dalam hal
terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penenam
modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui
mufakat.
2)
Dalam hal
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau
alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3)
Dalam hal
terjadi sengketa dibidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam
modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui
arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa
melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan
dilakukan di pengadilan.
4)
Dalam hal
terjadi sengketa di bidang penanaman modal asing, para pihak akan menyelesaikan
sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh
para pihak.
Kompetensi absolute arbitrase untuk
menyelesakan suatu perkara bergantung pada perjanjian arbitrase yang dibuat
oleh para pihak. Ada dua bentuk perjanjian arbitrase, yakni factum de
compromitendo dan akta kompronis.
Di dalam factum de compromitendo,
para pihak yang membuat kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa yang mungkin
timbul melalui forum arbitrase. Perjanjian arbitrase ini melekat pada suatu
perjanjian yang dibuat para pihak, seperti perjanjian usaha patungan dan
keagenan. Oleh karena ia merupakan bagian dari suatu perjanjian tertentu, maka
ia disebut sebagai klausul arbitrase.
Pada saat mereka mengikatkan diri
dan menyetujui klausul arbitrase sama sekali belum terjadi sengketa atau
perselisihan. Klausul arbitrase dipersiapkan untuk mengantisipasi perselisihan
yang mungkin timbul pada waktu yang akan dating. Jadi, sebelum terjadi
perselisihan para pihak telah bersepakat dan mengikatkan diri untuk
menyelesaikan perselisihan yang akan terjadi oleh arbitrase.
Bentuk perjanjian yang kedua adalah
akta kompronis atau compromise settlement (perdamaian yang dicapai di
luar pengadilan). Akta kompronis ini dibuat setelah timbul perselisihan antara
para pihak. Setelah para pihak mengadakan perjanjian, dan perjanjian sudah
berjalan, kemudian timbul perselisihan. Sebelumnya, baik dalam perjanjian yang
bersangkutan ataupun akta tersendiri, tidak diadakan perjanjian arbitrase.
Dalam kasus seperti ini, apabilapara pihak menghendaki agar perselisihan
diselesailkan malalui forum arbitrase, mereka dapat membuat perjanjian untuk
itu.
Dewasa ini sudah ada pengaturan yang
tegas berkaitan dengan kompetensi absolute arbitrase. Pengaturan tersebut
terdapat dalam Undang-Undang No 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa. Berdasarkan undang-undang ini arbitrase di Indonesia
memiliki kedudukan dan kewenangan yang semakin jelas dan kuat.
Pasal 3 Undang-Undang No 30 Tahun
1999 menyatakan bahwa pengadilan negeri tidak berhak untuk mengadili sengketa
para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
Dengan demikian, pengadilan tidak
berwenang untuk mencampuri suatu sengketa bilamana dicantumkan sebuah klausul
arbitrase dalam suatu kontrak. Tujuan arbitrase sebagai alternative bagi
penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan menjadi sia-sia manakala
pengadilan masih bersedia memeriksa sengketa yang sejak semula disepakati
diselesaikan melalui arbitrase.
Larangan campur tangan pengadilan
itu hanya untuk menegaskan bahwa arbitrase adalah sebuah lembaga yang
independen. Sehingga pengadilan wajib untuk menghormati lembaga arbitrase.
Meskipun arbitrase merupakan suatu lembaga independen yang terpisah dari
pengadilan, tidak berarti bahwa tidak ada kaitan erat diantara keduanya.
Lembaga arbitrase membutuhkan dan bergantung pada pengadilan, misalnya dalam
pelaksanaan putusan arbitrase
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Peranan penanaman modal asing
terhadap pembangunan bagi negara sedang berkembang dapat diperinci menjadi
lima, yaitu : Pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan
oleh negara sedang berkembang sebagai dasar untuk mempercepat investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Kedua, pertumbuhan ekonomi yang meningkat perlu diikuti
dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan. Ketiga, modal asing dapat
berperan penting dalam memobilisasi dana maupun transformasi struktural.
Keempat, kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera setelah perubahan
struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa selanjutnya lebih
produktif. Kelima, bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak mampu
memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya modal
asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-alat
mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya. Peranan PMA di
Indonesia cukup mendukung juga perkembangan kehidupan ekonomi sesuai dengan
konsep hukum dalam kegiatan ekonomi dan cita-cita hukum ekonomi Indonesia.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya,
antara lain :
a) Faktor Sumber Daya Alam, seperti
tersedianya hasil hutan, bahan tambang, gas dan minyak bumi maupun iklim dan
letak geografis serta kebudayaan.
b) Faktor Sumber Daya Manusia, dalam
hal ini berkaitan dengan tenaga kerja siap pakai.
c) Faktor stabilitas politik dan
perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha.
d) Faktor kebijakan pemerintah,
kebijakan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang diambil oleh
Pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi.
e) Faktor kemudahan dalam peizinan,
dalam rangka meningkatkan investasi di daerah, maka faktor perizinan perlu
diperhatikan
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut
di atas, menjadi penyebab sebagian besar investor asing enggan masuk ke
Indonesia atau enggan merealisasikan rencana investasi mereka yang telah
disetujui oleh pemerintah serta terjadinya relokasi industri ke negara lain
yang berakibat adanya capital flight yang besar.
Banyak faktor yang menyebabkan
timbulnya keengganan masuknya investasi asing ke Indonesia. Faktor-faktor yang
dapat menjadi pendukung masuknya arus investasi ke sebuah negara, seperti
jaminan keamanan, stabilitas politik, dan kepastian hukum, yang tampaknya
menjadi permasalahan tersendiri bagi pemerintah Indonesia. Ketidakkonsistenan
penegakkan hukum masih menjadi faktor penghambat daya tarik Indonesia bagi
investasi asing. Bahkan kebijakan otonomi daerah menjadi permasalahan baru dalam
kegiatan investasi di beberapa daerah di Indonesia.
B.
SARAN
1. Agar
pemerintah pusat lebih memperhatikan undang-udang atau kebijakan lain yang
sejalan atau mendukung adanya penanaman modal asing di Indonesia.
2. Agar implementasi penanaman modal
asing ataupun dalam negeri harus dimonitor secara ketat guna kelancaran
investasi.
3. Agar
pemerintah pusat membantu dengan sungguh-sungguh upaya pemerintah daerah dalam
menyederhanakan proses perizinan penanaman modal di daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Curry, Jeffry Edmund. 2001, Memahami
Ekonomi Internasional, Memahami Dinamika Pasar Global, Penerbit PPM,
Jakarta
Dirdjosisworo, Soedjono. 1999, Hukum
Perusahaan Mengenai Penanaman Modal di Indonesia, cetakan Pertama, CV.
Mandar Maju
Hartono, Sri Redjeki. 2007, Hukum
Ekonomi Indonesia, cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang
Hollis B, Chenery dan Carter,
Nicholas G. 1973, Foreign Assistance and Development Performance, 1960-1970,
American Economic Review, vol 63, No.2, Mei 1973
Jatmika, Sidik. 2001, Otonomi
Daerah, Perspektif Hubungan Internasional, Biagraf Liberty, Yogyakarta.
Kartadjoemana, H.S. 1996, GATT
DAN WTO, Sistem, Forum dan Lembaga Internasional dibidang Perdagangan,
cetakan Pertama, Universitas Indonesia
Rajagukguk, Erman, et.al. 1995, Hukum Investasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok
Rajagukguk, Erman, et.al. 1995, Hukum Investasi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok
Tulus Tahi Hamonangan Tambunan, Dkk.
2007, Jurnal Hukum Dan Bisnis Volume 24-No 4 Tahun 2007. ISSN: 0852/4912.
Yayasan Pemgembangan Hukum Bisnis: Jakarta.
NAMA
KELOMPOK :
1.
NOVAROH YANA
LESTARI (28212454)
2.
REGGIA
LABITA (26212082)
3.
RIYAN
HARDIYANTO (26212502)
4.
SARI
APRIYANI (26212850)
0 komentar:
Post a Comment