Sejarah koperasi sudah dikenal pada
masa peralihan abad 19-20 dan berarti sudah lebih dari satu abad kemudian juga
dipraktekkan oleh para pimpinan pergerakan nasional. Setelah proklamasi peranan
koperasi ditulis dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis,
kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan
koperasi, yang saat ini bernama Dekopin, yang berarti tahun ini usia organisasi
gerakan koperasi ini sudah 66 tahun Dengan modal pengalaman selama lebih dari
satu abad, dukungan politis dari negara dan wadah tunggal gerakan koperasi,
seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi dan
sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan
landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional”
itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh
ketinggalan dari koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di
negara sedang berkembang.
Lembaga koperasi sejak awal diperkenalkan di Indonesia memang
sudah diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal
sebagai golongan ekonomi lemah. Strata ini biasanya berasal dari kelompok
masyarakat kelas menengah kebawah. Eksistensi koperasi memang merupakan suatu
fenomena tersendiri, sebab tidak satu lembaga sejenis lainnya yang mampu
menyamainya, tetapi sekaligus diharapkan menjadi penyeimbang terhadap pilar
ekonomi lainnya. Lembaga koperasi oleh banyak kalangan, diyakini sangat sesuai
dengan budaya dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Di dalamnya terkandung
muatan menolong diri sendiri, kerjasama untuk kepentingan bersama (gotong
royong), dan beberapa esensi moral lainnya. Sangat banyak orang mengetahui
tentang koperasi meski belum tentu sama pemahamannya, apalagi juga hanya
sebagian kecil dari populasi bangsa ini yang mampu berkoperasi secara benar dan
konsisten. Sejak kemerdekaan diraih, organisasi koperasi selalu memperoleh
tempat sendiri dalam struktur perekonomian dan mendapatkan perhatian dari
pemerintah. Keberadaan koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat ditilik
dari sisi usianyapun yang sudah lebih dari 50 tahun berarti sudah relatif
matang. Sampai dengan bulan November 2001, berdasarkan data Departemen Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah (UKM), jumlah koperasi di seluruh Indonesia
tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak
26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember
1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga
mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif
per-5November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14 persen). Hingga tahun
2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 28,55%, sedangkan yang
menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Data terakhir
tahun 2006 ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang
aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit. Namun
uniknya, kualitas perkembangannya selalu menjadi bahan perdebatan karena tidak
jarang koperasi dimanfaatkan di luar kepentingan generiknya. Juga, secara makro
pertanyaan yang paling mendasar berkaitan dengan kontribusi koperasi
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), pengentasan kemiskinan, dan
penciptaan lapangan kerja. Sedangkan secara mikro pertanyaan yang mendasar
berkaitan dengan kontribusi koperasi terhadap peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan anggotanya. Menurut Merza (2006), dari segi kualitas,
keberadaan koperasi masih perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk
ditingkatkan mengikuti tuntutan lingkungan dunia usaha dan lingkungan kehidupan
dan kesejahteraan para anggotanya. Pangsa koperasi dalam berbagai kegiatan
ekonomi masih relatif kecil, dan ketergantungan koperasi terhadap bantuan dan
perkuatan dari pihak luar, terutama Pemerintah, masih sangat besar.
Hal-hal yang membuat koperasi di
Indonesia sulit berkembang yaitu :
1.
Kurangnya Partisipasi Anggota
Bagaimana mereka bisa berpartisipasi lebih kalau mengerti
saja tidak mengenai apa itu koperasi. Hasilnya anggota koperasi tidak
menunjukkan partisipasinya baik itu kontributif maupun insentif terhadap
kegiatan koperasi sendiri. Kurangnya pendidikan serta pelatihan yang diberikan
oleh pengurus kepada para anggota koperasi ditengarai menjadi faktor utamanya,
karena para pengurus beranggapan hal tersebut tidak akan menghasilkan manfaat
bagi diri mereka pribadi. Kegiatan koperasi yang tidak berkembang membuat
sumber modal menjadi terbatas. Terbatasnya usaha ini akibat kurangnya dukungan
serta kontribusi dari para anggotanya untuk berpartisipasi membuat koperasi
seperti stagnan. Oleh karena itu, semua masalah berpangkal pada partisipasi
anggota dalam mendukung terbentuknya koperasi yang tangguh, dan memberikan
manfaat bagi seluruh anggotanya, serta masyarakat sekitar.
2.
Sosialisasi Koperasi
Tingkat partisipasi anggota koperasi masih rendah, ini
disebabkan sosialisasi yang belum optimal. Masyarakat yang menjadi anggota
hanya sebatas tahu koperasi itu hanya untuk melayani konsumen seperti biasa,
baik untuk barang konsumsi atau pinjaman. Artinya masyarakat belum tahu esensi
dari koperasi itu sendiri, baik dari sistem permodalan maupun sistem
kepemilikanya. Mereka belum tahu betul bahwa dalam koperasi konsumen juga
berarti pemilik, dan mereka berhak berpartisipasi menyumbang saran demi
kemajuan koperasi miliknya serta berhak mengawasi kinerja pengurus. Keadaan
seperti ini tentu sangat rentan terhadap penyelewengan dana oleh pengurus,
karena tanpa partisipasi anggota tidak ada kontrol dari anggota nya sendiri
terhadap pengurus.
3.
Manajemen
Manajemen koperasi harus diarahkan pada orientasi strategik
dan gerakan koperasi harus memiliki manusia-manusia yang mampu menghimpun dan
memobilisasikan berbagai sumber daya yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang
usaha. Oleh karena itu koperasi harus teliti dalam memilih pengurus maupun
pengelola agar badan usaha yang didirikan akan berkembang dengan baik.
Ketidak
profesionalan manajemen koperasi banyak terjadi di koperasi koperasi yang
anggota dan pengurusnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah. contohnya
banyak terjadi pada KUD yang nota bene di daerah terpencil. Banyak sekali KUD
yang bangkrut karena manajemenya kurang profesional baik itu dalam sistem
kelola usahanya, dari segi sumberdaya manusianya maupun finansialnya. Banyak
terjadi KUD yang hanya menjadi tempat bagi pengurusnya yang korupsi akan dana
bantuan dari pemerintah yang banyak mengucur.
4.
Permodalan
Kurang berkembangnya koperasi juga berkaitan sekali dengan
kondisi modal keuangan badan usaha tersebut. Kendala modal itu bisa jadi karena
kurang adanya dukungan modal yang kuat dan dalam atau bahkan sebaliknya terlalu
tergantungnya modal dan sumber koperasi itu sendiri. Jadi untuk keluar dari
masalah tersebut harus dilakukan melalui terobosan structural, maksudnya
dilakukannya restrukturasi dalam penguasaan factor produksi, khususnya
permodalan.
Kepala
Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Tengah Muhammad
Hajir Hadde, SE. MM menyebutkan salah satu hambatan yang dihadapi selama ini
diantaranya manajemen dan modal usaha. Hal itu dikatakannya dihadapan
peserta Diklat Koperasi Simpan Pinjam KSP dan Unit Simpan Pinjam USP yang saat
ini sedang berlangsung di Palu. Untuk mengantisipasi berbagai hambatan
dimaksud khususnya manajemen Dinas Kumperindag selaku leading sector terus
berupaya mengatasinya melalui pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal
usaha.
5.
Sumber Daya Manusia
Banyak anggota, pengurus maupun pengelola koperasi kurang
bisa mendukung jalannya koperasi. Dengan kondisi seperti ini maka koperasi
berjalan dengan tidak profesional dalam artian tidak dijalankan sesuai dengan
kaidah sebagimana usaha lainnya.
Dari
sisi keanggotaan, sering kali pendirian koperasi itu didasarkan pada dorongan
yang dipaksakan oleh pemerintah. Akibatnya pendirian koperasi didasarkan bukan
dari bawah melainkan dari atas. Pengurus yang dipilih dalam rapat anggota
seringkali dipilih berdasarkan status sosial dalam masyarakat itu sendiri.
Dengan demikian pengelolaan koperasi dijalankan dengan kurang adanya control
yang ketat dari para anggotanya.
Pengelola
ynag ditunjuk oleh pengurus seringkali diambil dari kalangan yang kurang
profesional. Sering kali pengelola yang diambil bukan dari yang berpengalaman
baik dari sisi akademis maupun penerapan dalam wirausaha.
6.
Kurangnya Kesadaran Masyarakat
Perkembangan koperasi di Indonesia yang dimulai dari atas
(bottom up) tetapi dari atas (top down),artinya koperasi berkembang di
indonesia bukan dari kesadaran masyarakat, tetapi muncul dari dukungan
pemerintah yang disosialisasikan ke bawah. Berbeda dengan yang di luar negeri,
koperasi terbentuk karena adanya kesadaran masyarakat untuk saling membantu
memenuhi kebutuhan dan mensejahterakan yang merupakan tujuan koperasi itu
sendiri, sehingga pemerintah tinggal menjadi pendukung dan pelindung saja. Di
Indonesia, pemerintah bekerja double selain mendukung juga harus
mensosialisasikanya dulu ke bawah sehingga rakyat menjadi mengerti akan manfaat
dan tujuan dari koperasi.
7.
“Pemanjaan Koperasi”
Pemerintah terlalu memanjakan koperasi, ini juga menjadi
alasan kuat mengapa koperasi Indonesia tidak maju maju. Koperasi banyak dibantu
pemerintah lewat dana dana segar tanpa ada pengawasan terhadap bantuan
tersebut. Sifat bantuanya pun tidak wajib dikembalikan. Tentu saja ini menjadi
bantuan yang tidak mendidik, koperasi menjadi ”manja” dan tidak mandiri hanya
menunggu bantuan selanjutnya dari pemerintah. Selain merugikan pemerintah
bantuan seperti ini pula akan menjadikan koperasi tidak bisa bersaing karena
terus terusan menjadi benalu negara. Seharusnya pemerintah mengucurkan bantuan
dengan sistem pengawasan nya yang baik, walaupun dananya bentuknya hibah yang
tidak perlu dikembalikan. Dengan demikian akan membantu koperasi menjadi lebih
profesional, mandiri dan mampu bersaing.
8.
Demokrasi ekonomi yang kurang
Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat
diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan
dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara
leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat
membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang
diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita piirkan.
Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat
dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam
memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui
persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi
diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya
secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.
Dari ke-8 hal diatas yang
berpengaruh besar dalam kasus ini yaitu Sosialisasi koperasi yang belum optimal.
Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui sama koperasi sama sekali,
banyak juga yang sudah mengetahui tentang keberadaan koperasi di daerahnya
tetapi sedikit sekali kesadaran mereka untuk ikut serta dalam mengembangkan
kegiatan koperasi. Hal tersebut bisa dikarenakan oleh kurangnya sosialisasi
juga dari pemerintah dan kementrian koperasi itu sendiri. Jika pemimpinnya
malas, makan anggota pun akan malas juga. Maka dari itu, jika ingin koperasi di
Indonesia berkembang bukan hanya dengan jumlah yang banyak tetapi juga
berkualitas, maka pemerintah/kementrian koperasi harus cekatan dan melakukan
proses dari tahap awal yaitu pengenalan koperasi itu sendiri kepada masyarakat
Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment