Kehancuran
ekonomi yang dipicu rasio utang yang lebih besar dari pendapatan negara
menimbulkan rencana default (gagal bayar). Pemegang surat utang (obligasi)
milik pemerintah pun panik, nilai mata uang Euro milik mereka ambles terhadap
mata uang manapun. Investor pun kemudian menuntut pemerintah dan juga Bank
Sentral Eropa, The Fed, berbuat sesuatu. Bagai sel kanker, jatuhnya ekonomi
Yunani berimbas pula memukul ekonomi Spanyol dan Italia yang selama ini
ketahuan besar pasak ketimbang tiang.
The
Fed sendiri bukan tinggal diam, Bank Sentral berkomitmen mengeluarkan dana
talangan untuk Yunani. Bukan berterima kasih, Yunani malah menolak. Partai
politik di negeri para dewa ini terpecah dua, setuju bailout dan penghematan
anggaran. Menghemat anggaran dengan melakukan pemotongan besar-besaran memang
bisa dilakukan, tetapi hal ini terancam bisa membuat lumpuh ekonomi dalam
negeri. Referendum pun digelar dan masyarakat memang lebih memilih ditolong The
Fed lewat skema bailout.
Beberapa
waktu lalu, keadaan mereka bukannya tambah baik malah makin terpuruk, lembaga
pemeringkat justru memotong sejumlah peringkat bank di Italia dan Spanyol.
Negara pun harus menyuntikkan USD ke perbankan di negara tersebut agar dampak
krisis ekonomi tidak makin melebar ke segala sektor.
Terakhir,
The Fed berjanji akan memberikan kembali stimulus lewat skema pamungkas
quantitive easing. Namun, kali ini, lembaga yang dipimpin Ben Bernanke ini
mensyaratkan satu hal. Pemerintah Eropa lebih dulu memberikan bantuannya dulu,
baru Bank Sentral beraksi. Aksi ini mengecewakan investor karena tingkat imbal
hasil di dua negara ini telah mencapai angka tujuh persen.
Satu
per satu ekonomi negara-negara di Eropa ambruk. Nasib industri perbankan di
kawasan Eropa sebagai pusat kegiatan ekonomi global ibarat menunggu ajal.
Beberapa bank besar di kawasan tersebut telah mengibarkan bendera putih.
Dua bank besar,
yakni Societe Generale (Prancis) dan Banca Unit Credit (Italia), sedang berada
di ambang kebangkrutan setelah menderita kerugian besar yang diakibatkan oleh
utang Yunani.
Jatuhnya Banca Unit Credit akan menjadi
pukulan telak bagi Italia. Kalau bank-bank besar jatuh, hal itu bisa
menimbulkan kepanikan di pasar yang mengakibatkan ekonomi terpuruk makin dalam.
Minimnya pertumbuhan ekonomi yang membuat
ketahanan perbankan di Italia makin lemah memicu penurunan peringkat utang 24
bank dan Institusi Keuangan di Italia oleh Lembaga pemeringkat Standard &
Poor’s (S&P).
Kegiatan ekonomi Italia selama 2010
memang sempat terhenti. Kegiatan ekonomi melambat hingga memasuki triwulan
ketiga 2011. Aktivitas perusahaan terpengaruh oleh melemahnya aktivitas ekonomi
Italia. Perlambatan juga terjadi di sisi ekspor, khususnya pada semeser pertama
2011. Pinjaman konsumtif juga relatif mengalami penurunan.
Ada
beberapa faktor yang bisa dijadikan pemerintah Italia sebagai tameng untuk
mencegah krisis makin parah :
- Kencenderungan Italia untuk melakukan konsolidasi rekening publik.
- Rendahnya tingkat utang sektor swasta.
- Tidak ditemui adanya ketidakseimbangan pada pasar real estate.
- Terbatasnya utang asing.
Tujuh
Fakta Perbankan Italia
- 1. Sistem perbankannya memburuk akibat krisis utang Yunani
- 2. Buruknya penurunan rasio utang.
- 3. Dana ritel meningkat, tapi dana grosir menurun. Perkembangan pendanaan bank ritel stabil, tapi likuidasi di pasar modal internasional telah memengaruhi kemampuan pendanaan secara keseluruhan.
- 4. Ketidaktersediaan pendanaan grosir membuat bank Italia melanjutkan refinancing eurosystem.
- 5. Profitabilitas bank masih cukup stabil, kendati dibayangi stagnasi pertumbuhan ekonomi dan buramnya pasar keuangan.
- 6. Perbankan Italia telah meningkatkan basis modal secara signifikan. Hal ini menjadi bagian dari inisiatif Eropa. Karena, modallah kekuatan yang bisa menjadi bumper saat bank Italia terkena guncangan lebih besar.
- 7. Organisasi perbankan yang ada saat ini adalah hasil reformasi organisasi yang dimulai pada 2008 dan selesai pada 2010 berdasarkan prinsip spesialisasi cabang. Proses itu menyebabkan penutupan 39 cabang.
0 komentar:
Post a Comment