Your nightmare but dress like a daydream

Saturday, January 11, 2014

Menyelamatkan Koperasi di Indonesia



Berbicara mengenai koperasi di Indonesia tentu kita tidak bisa lepas dari politik ekonomi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, membicarakan pembangunan ekonomi bangsa, akan terasa sulit ketika kita melepaskan sisi historis politik perekonomian negeri yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 ini. Dengan mengkaji aspek politik ekonomi pada saat itu, maka diharapkan kita bisa menemukan benang merah permasalahan ekonomi bangsa kita di era sekarang. 

Ketika melihat konteks sejarah ekonomi­politik kita, tentu tidak terlepas pula dengan kajian kita tentang masa perjuangan melawan imperialisme dan kolonialisme pada waktu itu. Menurut pemikiran Bung Hatta bahwa kedaulatan negara didasarkan kepada kedaulatan rakyat, itulah sebabnya kedua hal pokok ini tak bisa dipisahkan. Pada tahun 1934, Bung Hatta sebagai salah seorang pendiri Republik Indonesia menulis "Ekonomi Rakyat dalam Bahaya".
Tulisan Bung Hatta ini telah menjadi dasar konsep ekonomi kerakyatan sebagai tandingan untuk mengenyahkan sistem ekonomi kolonialBelanda yang didukung!dibantu oleh kaum aristokrat dalam sistem feodalisme di dalam negeri dan pihak-pihak swasta asing tertelllU sebagai komprador pihak kolonial Belanda. Peran~ Jalam melawan kapitalisme sudah berawal sejak era sebelum kemerdekaan. Ketika itu perlawanan masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional. Ini berawal ketika VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie),  kompeni dagang Indonesia timur, 1602-1199] telah tampil sebagai kekuatan monopoli dagang atas beberapa hasil bumi nusantara. Dan setelah VOC bangkrut, pada 1799, kekuasaannya pada 1800 diserahkan pada pemerintah Belanda. Sampai pada 1910 pemerintah belanda telah meluaskan kekuasaannya atas hampir seluruh nusantara. Usaha untuk mengenyahkan sistem kolonial ini adalah landasan utama perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Orang yang memahami sejarah ekonomi Indonesia harus mengetahui bahwa' penjajahan Belanda di lndonesia di bidang ekonomi berintikan modal kolonial (koloniaal-kapitaal) yang bermula dari kolonialisme VOC dan cultuurstelsel, pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1870 sampai beroperasinya investasi swasta asing lainnya dari benua Barat (Hatta, 1931). Perjuangan melawan penjajahan merupakan bagian dari perlawanan rakyat Indonesia terhadap penindasan ekonomi dan penghisapan terhadap faktor-faktor produksl kaum pribumi.
Meminjam istilah yang dipakai Proklamator R.I, Ir. Soekarno "Kemerdekaan berarti mengakhiri untuk selama-Iamanya penghisapan bangsa oleh bangsa lain, baik yang tak langsung maupun yang langsung". Oleh karena itu, bagian dari perjuangan kemerdekaan yang sepertinya masih relevan sampai sekarang adalah mengakhiri penghisapan ekonomi kita. Lebih lanjut lagi Ir. Soekarno berbicara tentang cita-cita nasional kita setelah merdeka adalah sebagai berikut : "Cita -cita kita dengan keadilan sosial ialah satu masyarakat yang adil dan makmur dengan menggunakan alat-alat industri, dengan alat-alat tehnologi modem. Asal tidak dikuasai sistem kapitalisme". Oleh karena itu, kapitalisme menjadi musuh besar yang telah menjajah kita dengan menggunakan metode dan format baru yang dulu tanpa melalui campur tangan negara, akan tetapi di era saat ini negara dirasa perlu untuk memperlancar prosesi penghisapan ini yang lebih dikenal dengan sebutan neo liberalism.
Pada masa setelah kemerdekaan Ir. Soekarno dengan gigih memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan ekonomi kita dari penghisapan asing. Pada awal kemerdekaan walaupun kemerdekaan baru diakui secara resmi oleh masyarakat internasional, akan tetapi proposal utang luar negeri sudah diajukan sejak tahun 1947. Bahkan di tingkat wacana, diskusi tentang arti penting utang luar negeri berlangsung sejak November 1945. Yang mencengangkan, pengakuan kemerdekaan Indonesia harus dibayar dengan pengakuan utang Indonesia kepada negeri Hindia Belanda. Sehingga pada tahun 1950, pemerintah memiliki dua utang luar negeri pertama warisan Hindia Belanda sebanyak US $ 4,3 miliar dan utang baru US $ 3,8 miliar. Setelah itu, utang luar negeri baru terus mengalir. Kemudian, kondisi politik yang mempengaruhi ekonomi Indonesia pada waktu itu adalah peristiwa konfrontasi indonesia dengan Malaysia pada tahun 1964, yang kemudian Ir. Soekarno menasionalisasi perusahaan-perusahaan Inggris, ini adalah proses nasionalisasi kedua setelah perusahaan-perusahaan Belanda dinasionalisasi tahun 1956.

Laksanakan Ekonomi Konstitusi

Kalau kita cermati, permasalahan kedaulatan ekonomi kita sebenarnya telah terproses dari jaman kolonial. Cita-cita Mohammad Hatta dalam konsepsinya tentang koperasi sampai saat ini belum tercapai. la mengatakan : "cita-cita koperasi adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental", Untuk menuju kedaulatan ekonorni bangsa, tiada lain bangsa lndonesia harus melaksanakan ekonomi yang diatur oleh konstitusi kita. Konstitusi Bangsa Indonesia (UUD 1945) dengan tegas menyatakan, bahwa "Perekonomian disusun sebaqai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Bung Hatta sebagai sang perumus pasal tersebut mengatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia didasarkan pada asas: Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi. Dalam wacana sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the third way, atau "jalan ketiga", istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai "jalan tengah" antara kapitalisme dan sosialisme.
Bagi Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup, tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota Koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan dengan Koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.
Dewasa ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi yang dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah Koperasi yang dibiarkan berkembang mengikuti pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala besar, maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung dalam Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.
 Menurut data Internastional Co-operative Alliance (lCA), pada tahun 2009 koperasi se-dunia beranggotakan 1 miliar orang lebih, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan 3 miliar penduduk dunia atau setengah populasi planet bumi terjamin kesejahteraannya oleh koperasi. Karenanya, PBB telah menetapkan Tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Dunia (The International Year of Co-operative) dengan tema: "Bangun Dunia Yang Lebih Baik dengan Koperasi".
Untuk membangun negeri, diperlukan adanya prasyarat kesejahteraan ekonomi. Sedangkan untuk mensejahterakan ekonomi rakyat Indonesia, Bapak Koperasi kita Bung Hatta, menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi. Pertama, adalah Koperasi konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal.
Bung Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan koperasi produksi, guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil. Karena tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesar­besarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala keci!. Tapi, ini tidak berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi sekunder.

Pasang-surut Koperasi di Indonesia

Dalam perkembangannya, koperasi di Indonesia mengalami pasang dan surut. Sebuah pertanyaan sederhana namun perlu direnungkan: Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah "habitat" alam Indonesia? Padahal, upaya pemerintah untuk "memberdayakan" Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila dinilai, mungkin amat memanjakan.
Berbagai paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang merupakan kredit komersial dari perbankan, juga "paket program" dari Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan ekonomi kerakyatan ini. DEKOPIN bersama Kementerian Koperasi dan UKM bertekad untuk mengubah stigma koperasi yang masih melekat sebagai ekonomi marjinal, pelaku bisnis yang per!u dikasihani, pelaku bisnis "pupuk bawang", pelaku bisnis tak profesional, sehingga dapat menjadi pelaku ekonomi nasional yang dominan. Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola pikir yang menciptakan demikian. Singkatnya, pemikiran kita dipolakan, bahwa koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar, untuk kalangan Usaha Swasta. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras di pundaknya. Koperasi adalah "badan usaha", juga "perkumpulan orang" termasuk yang "berwatak sosial". Definisi yang melekat jadi memberatkan, yakni "organisasi sosial yang berbisnis" atau "Iembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial."  

Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial, omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Namun demikian seperti dikatakan Bung Hatta: walaupun usahanya besar, koperasi yang belum bisa mensejahterakan anggotanya berarti bukan koperasi yang sesungguhnya, sebab. koperasi adalah untuk kepentingan anggota. 

Problematika ekonomi kita dan kedaulatan bangsa kita, akan bisa kita atasi ketika kita menggunakan sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi masyarakat kita dan yang berdasarkan UUD 45, dengan badan usaha koperasi ujudnya. Masalahnya, hingga saat ini masih diberlakukan asas individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan Peralihan, yang menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yaitu berkedudukan sebagai "sementara sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945", artinya dalam posisi "peralihan". Namun demikian pertanyaan, sampai kapan system ekonomi colonial digantikan dengan system ekonomi berdasarkan UUD 1945???

0 komentar:

Post a Comment

© Rarity's, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena