Berbicara
mengenai koperasi di Indonesia tentu kita tidak bisa lepas dari politik ekonomi
yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, membicarakan pembangunan ekonomi bangsa,
akan terasa sulit ketika kita melepaskan sisi historis politik perekonomian
negeri yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 ini. Dengan mengkaji
aspek politik ekonomi pada saat itu, maka diharapkan kita bisa menemukan benang
merah permasalahan ekonomi bangsa kita di era sekarang.
Ketika
melihat konteks sejarah ekonomipolitik kita, tentu tidak terlepas pula dengan
kajian kita tentang masa perjuangan melawan imperialisme dan kolonialisme pada
waktu itu. Menurut pemikiran Bung Hatta bahwa kedaulatan negara didasarkan
kepada kedaulatan rakyat, itulah sebabnya kedua hal pokok ini tak bisa
dipisahkan. Pada tahun 1934, Bung Hatta sebagai salah seorang pendiri Republik
Indonesia menulis "Ekonomi Rakyat dalam Bahaya".
Tulisan
Bung Hatta ini telah menjadi dasar konsep ekonomi kerakyatan sebagai tandingan
untuk mengenyahkan sistem ekonomi kolonialBelanda yang didukung!dibantu oleh
kaum aristokrat dalam sistem feodalisme di dalam negeri dan pihak-pihak swasta
asing tertelllU sebagai komprador pihak kolonial Belanda. Peran~ Jalam melawan
kapitalisme sudah berawal sejak era sebelum kemerdekaan. Ketika itu perlawanan
masih bersifat kedaerahan, belum bersifat nasional. Ini berawal ketika VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie), kompeni dagang Indonesia timur,
1602-1199] telah tampil sebagai kekuatan monopoli dagang atas beberapa hasil
bumi nusantara. Dan setelah VOC bangkrut, pada 1799, kekuasaannya pada 1800
diserahkan pada pemerintah Belanda. Sampai pada 1910 pemerintah belanda telah
meluaskan kekuasaannya atas hampir seluruh nusantara. Usaha untuk mengenyahkan
sistem kolonial ini adalah landasan utama perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia. Orang yang memahami sejarah ekonomi Indonesia harus mengetahui
bahwa' penjajahan Belanda di lndonesia di bidang ekonomi berintikan modal
kolonial (koloniaal-kapitaal) yang bermula dari kolonialisme VOC dan cultuurstelsel,
pelaksanaan Undang-Undang Agraria 1870 sampai beroperasinya investasi swasta
asing lainnya dari benua Barat (Hatta, 1931). Perjuangan melawan penjajahan
merupakan bagian dari perlawanan rakyat Indonesia terhadap penindasan ekonomi
dan penghisapan terhadap faktor-faktor produksl kaum pribumi.
Meminjam
istilah yang dipakai Proklamator R.I, Ir. Soekarno "Kemerdekaan berarti
mengakhiri untuk selama-Iamanya penghisapan bangsa oleh bangsa lain, baik yang
tak langsung maupun yang langsung". Oleh karena itu, bagian dari
perjuangan kemerdekaan yang sepertinya masih relevan sampai sekarang adalah
mengakhiri penghisapan ekonomi kita. Lebih lanjut lagi Ir. Soekarno berbicara
tentang cita-cita nasional kita setelah merdeka adalah sebagai berikut : "Cita
-cita kita dengan keadilan sosial ialah satu masyarakat yang adil dan makmur
dengan menggunakan alat-alat industri, dengan alat-alat tehnologi modem. Asal
tidak dikuasai sistem kapitalisme". Oleh karena itu, kapitalisme menjadi
musuh besar yang telah menjajah kita dengan menggunakan metode dan format baru
yang dulu tanpa melalui campur tangan negara, akan tetapi di era saat ini
negara dirasa perlu untuk memperlancar prosesi penghisapan ini yang lebih
dikenal dengan sebutan neo liberalism.
Pada masa setelah kemerdekaan Ir. Soekarno dengan gigih memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan ekonomi kita dari penghisapan asing. Pada awal kemerdekaan walaupun kemerdekaan baru diakui secara resmi oleh masyarakat internasional, akan tetapi proposal utang luar negeri sudah diajukan sejak tahun 1947. Bahkan di tingkat wacana, diskusi tentang arti penting utang luar negeri berlangsung sejak November 1945. Yang mencengangkan, pengakuan kemerdekaan Indonesia harus dibayar dengan pengakuan utang Indonesia kepada negeri Hindia Belanda. Sehingga pada tahun 1950, pemerintah memiliki dua utang luar negeri pertama warisan Hindia Belanda sebanyak US $ 4,3 miliar dan utang baru US $ 3,8 miliar. Setelah itu, utang luar negeri baru terus mengalir. Kemudian, kondisi politik yang mempengaruhi ekonomi Indonesia pada waktu itu adalah peristiwa konfrontasi indonesia dengan Malaysia pada tahun 1964, yang kemudian Ir. Soekarno menasionalisasi perusahaan-perusahaan Inggris, ini adalah proses nasionalisasi kedua setelah perusahaan-perusahaan Belanda dinasionalisasi tahun 1956.
Pada masa setelah kemerdekaan Ir. Soekarno dengan gigih memperjuangkan kemerdekaan dan kedaulatan ekonomi kita dari penghisapan asing. Pada awal kemerdekaan walaupun kemerdekaan baru diakui secara resmi oleh masyarakat internasional, akan tetapi proposal utang luar negeri sudah diajukan sejak tahun 1947. Bahkan di tingkat wacana, diskusi tentang arti penting utang luar negeri berlangsung sejak November 1945. Yang mencengangkan, pengakuan kemerdekaan Indonesia harus dibayar dengan pengakuan utang Indonesia kepada negeri Hindia Belanda. Sehingga pada tahun 1950, pemerintah memiliki dua utang luar negeri pertama warisan Hindia Belanda sebanyak US $ 4,3 miliar dan utang baru US $ 3,8 miliar. Setelah itu, utang luar negeri baru terus mengalir. Kemudian, kondisi politik yang mempengaruhi ekonomi Indonesia pada waktu itu adalah peristiwa konfrontasi indonesia dengan Malaysia pada tahun 1964, yang kemudian Ir. Soekarno menasionalisasi perusahaan-perusahaan Inggris, ini adalah proses nasionalisasi kedua setelah perusahaan-perusahaan Belanda dinasionalisasi tahun 1956.
Laksanakan Ekonomi Konstitusi
Kalau
kita cermati, permasalahan kedaulatan ekonomi kita sebenarnya telah terproses
dari jaman kolonial. Cita-cita Mohammad Hatta dalam konsepsinya tentang
koperasi sampai saat ini belum tercapai. la mengatakan : "cita-cita
koperasi adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara
fundamental", Untuk menuju kedaulatan ekonorni bangsa, tiada lain bangsa
lndonesia harus melaksanakan ekonomi yang diatur oleh konstitusi kita. Konstitusi
Bangsa Indonesia (UUD 1945) dengan tegas menyatakan, bahwa "Perekonomian
disusun sebaqai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Bung Hatta
sebagai sang perumus pasal tersebut mengatakan, bahwa sistem ekonomi Indonesia
didasarkan pada asas: Demokrasi Ekonomi, di mana produksi dilakukan oleh semua
dan untuk semua yang wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi. Dalam wacana
sistem ekonomi dunia, Koperasi disebut juga sebagai the third way, atau
"jalan ketiga", istilah yang akhir-akhir ini dipopulerkan oleh
sosiolog Inggris, Anthony Giddens, yaitu sebagai "jalan tengah"
antara kapitalisme dan sosialisme.
Bagi
Bung Hatta, Koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam
masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-help
lapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar.
Karena itu Koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara
menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah komunitas tertutup,
tetapi terbuka, dengan melayani non-anggota, walaupun dengan maksud untuk
menarik mereka menjadi anggota Koperasi, setelah merasakan manfaat berhubungan
dengan Koperasi. Dengan cara itulah sistem Koperasi akan mentransformasikan
sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah terhadap pelaku ekonomi kecil melalui
persaingan bebas (kompetisi), menjadi sistem yang lebih bersandar kepada kerja
sama atau Koperasi, tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri.
Dewasa
ini, di dunia ada dua macam model Koperasi. Pertama, adalah Koperasi yang
dibina oleh pemerintah dalam kerangka sistem sosialis. Kedua, adalah Koperasi
yang dibiarkan berkembang mengikuti pasar oleh masyarakat sendiri, tanpa
bantuan pemerintah. Jika badan usaha milik negara merupakan usaha skala besar,
maka Koperasi mewadahi usaha-usaha kecil, walaupun jika telah bergabung dalam
Koperasi menjadi badan usaha skala besar juga. Di negara-negara kapitalis, baik
di Eropa Barat, Amerika Utara dan Australia, Koperasi juga menjadi wadah usaha
kecil dan konsumen berpendapatan rendah. Di Jepang, Koperasi telah menjadi
wadah perekonomian pedesaan yang berbasis pertanian.
Menurut data Internastional Co-operative Alliance (lCA), pada tahun 2009 koperasi se-dunia beranggotakan 1 miliar orang lebih, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan 3 miliar penduduk dunia atau setengah populasi planet bumi terjamin kesejahteraannya oleh koperasi. Karenanya, PBB telah menetapkan Tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Dunia (The International Year of Co-operative) dengan tema: "Bangun Dunia Yang Lebih Baik dengan Koperasi".
Menurut data Internastional Co-operative Alliance (lCA), pada tahun 2009 koperasi se-dunia beranggotakan 1 miliar orang lebih, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan 3 miliar penduduk dunia atau setengah populasi planet bumi terjamin kesejahteraannya oleh koperasi. Karenanya, PBB telah menetapkan Tahun 2012 sebagai Tahun Koperasi Dunia (The International Year of Co-operative) dengan tema: "Bangun Dunia Yang Lebih Baik dengan Koperasi".
Untuk
membangun negeri, diperlukan adanya prasyarat kesejahteraan ekonomi. Sedangkan
untuk mensejahterakan ekonomi rakyat Indonesia, Bapak Koperasi kita Bung Hatta,
menganjurkan didirikannya tiga macam Koperasi. Pertama, adalah Koperasi
konsumsi yang terutama melayani kebutuhan kaum buruh dan pegawai. Kedua, adalah
Koperasi produksi yang merupakan wadah kaum petani (termasuk peternak atau
nelayan). Ketiga, adalah Koperasi kredit yang melayani pedagang kecil dan
pengusaha kecil guna memenuhi kebutuhan modal.
Bung
Hatta juga menganjurkan pengorganisasian industri kecil dan koperasi produksi,
guna memenuhi kebutuhan bahan baku dan pemasaran hasil. Karena tujuan koperasi
bukanlah mencari laba yang sebesarbesarnya, melainkan melayani kebutuhan
bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala keci!. Tapi, ini tidak
berarti, bahwa Koperasi itu identik dengan usaha skala kecil. Koperasi bisa
pula membangun usaha skala besar berdasarkan modal yang bisa dikumpulkan dari
anggotanya, baik anggota Koperasi primer maupun anggota Koperasi sekunder.
Pasang-surut Koperasi di Indonesia
Dalam
perkembangannya, koperasi di Indonesia mengalami pasang dan surut. Sebuah
pertanyaan sederhana namun perlu direnungkan: Mengapa jarang dijumpai ada Koperasi
yang bertumbuh menjadi usaha besar yang menggurita, layaknya pelaku ekonomi
lain, yakni swasta (konglomerat) dan BUMN? Mengapa gerakan ini hanya berkutat
dari persoalan yang satu ke persoalan lain, dan cenderung stagnan alias
berjalan di tempat? Mengapa Koperasi sulit berkembang di tengah
"habitat" alam Indonesia? Padahal, upaya pemerintah untuk
"memberdayakan" Koperasi seolah tidak pernah habis. Bahkan, bila
dinilai, mungkin amat memanjakan.
Berbagai
paket program bantuan dari pemerintah seperti kredit program: KKop, Kredit
Usaha Tani (KUT), pengalihan saham (satu persen) dari perusahaan besar ke
Koperasi, skim program KUK dari bank dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang
merupakan kredit komersial dari perbankan, juga "paket program" dari
Permodalan Nasional Madani (PNM), terus mengalir untuk memberdayakan gerakan
ekonomi kerakyatan ini. DEKOPIN bersama Kementerian Koperasi dan UKM bertekad
untuk mengubah stigma koperasi yang masih melekat sebagai ekonomi marjinal,
pelaku bisnis yang per!u dikasihani, pelaku bisnis "pupuk bawang",
pelaku bisnis tak profesional, sehingga dapat menjadi pelaku ekonomi nasional
yang dominan. Masalah tersebut tidak bisa dilepaskan dari substansi Koperasi
yang berhubungan dengan semangat. Dalam konteks ini adalah semangat
kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jadi, bila Koperasi dianggap kecil, tidak
berperan, dan merupakan kumpulan serba lemah, itu terjadi karena adanya pola
pikir yang menciptakan demikian. Singkatnya, pemikiran kita dipolakan, bahwa
koperasi adalah untuk yang kecil-kecil, sementara yang menengah bahkan besar,
untuk kalangan Usaha Swasta. Di sinilah terjadinya penciptaan paradigma yang
salah. Hal ini mungkin terjadi akibat gerakan Koperasi terlalu sarat berbagai
embel-embel, sehingga ia seperti orang kerdil yang menggendong sekarung beras
di pundaknya. Koperasi adalah "badan usaha", juga "perkumpulan
orang" termasuk yang "berwatak sosial". Definisi yang melekat
jadi memberatkan, yakni "organisasi sosial yang berbisnis" atau
"Iembaga ekonomi yang mengemban fungsi sosial."
Di Indonesia, beberapa Koperasi sebenarnya sudah bisa dikatakan memiliki unit usaha besar dan beragam serta tumbuh menjadi raksasa bisnis berskala besar menguasai hajat hidup orang banyak dan merangsek ke berbagai bidang usaha-bisnis komersial, omzet mereka mencapai milyaran rupiah setiap bulan. Namun demikian seperti dikatakan Bung Hatta: walaupun usahanya besar, koperasi yang belum bisa mensejahterakan anggotanya berarti bukan koperasi yang sesungguhnya, sebab. koperasi adalah untuk kepentingan anggota.
Problematika ekonomi kita dan kedaulatan bangsa kita, akan bisa kita atasi ketika kita menggunakan sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi masyarakat kita dan yang berdasarkan UUD 45, dengan badan usaha koperasi ujudnya. Masalahnya, hingga saat ini masih diberlakukan asas individualisme yang menjadi dasar sistem ekonomi kolonial yang dipelihara oleh Wetboek van Koophandel (KUHD). Itulah sebabnya UUD 1945 memiliki Aturan Peralihan, yang menegaskan bahwa sistem hukum kolonial berdasar KUH Perdata, KUH Pidana, KUHD, dll tetap berlaku secara temporer, yaitu berkedudukan sebagai "sementara sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945", artinya dalam posisi "peralihan". Namun demikian pertanyaan, sampai kapan system ekonomi colonial digantikan dengan system ekonomi berdasarkan UUD 1945???
0 komentar:
Post a Comment